Menyambut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 dengan Dilematis

Selasa, 01 Desember 2009

Pada tanggal 29 Oktober 2009 telah ditetapkan Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang mencabut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, mungkin ini adalah salah satu jawaban dari terombang-ambingnya program Keluarga Berencana di daerah yang selama ini seolah "ternaktirikan" menjadi bagian kecil dari Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah. Beragam daerah menempatkan Keluarga Berencana dengan bermacam variasi SKPD yang tentunya disesuaikan dengan tingkat kepentingan masing-masing, sehingga program tersebut dapat timbul menjadi dominan pada satu daerah, tetapi sebaliknya dapat mati perlahan dan tak terdengar bunyinya pada daerah lain. Keberadaan perangkat vertikal sebagai cantolan bagi Program Keluarga Berencana seolah terhenti di tingkat provinsi akan tetapi tidak berakar pada tingkat Kabupaten / Kota.

Tetapi pada sisi lain, secara yuridis Undang-undang baru ini juga menyisakan persoalan terkait dengan bentuk SKPD apa yang harus diadakan di daerah. Dalam Pasal 54 disebutkan bahwa "Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten / kota".
Tak ada masalah dengan Keluarga Berencana-nya, tetapi perlu kita ingat pula bahwa regulasi kependudukan pun telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007, dimana dalam Pasal 27 diamanatkan untuk membentuk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, tentu ini akan menimbulkan benturan yuridis apabila kita akomodir keduanya. Agak sulit ke depan untuk membedakan mana kependudukan yang berbasis KB dan mana kependudukan yang berbasis pencatatan sipil, dua-duanya kependudukan.

Mari kita lihat definisi Kependudukan menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 pada Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama serta lingkungan penduduk setempat, sedangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak memberikan definisi tentang Kependudukan tetapi hanya mendefinisikan tentang Administrasi Kependudukan sebagai rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

Apabila kita melihat pada unsur pertama dari ihwal kependudukan yang berkaitan dengan jumlah, maka sesungguhnya ini adalah bagian dari Administrasi Kependudukan sedangkan apabila kita tengok kembali makna tujuan Administrasi Kependudukan yang bermuara pada pelayanan publik dan pembangunan sektor lain, ini tentu berkaitan dengan tujuan ihwal kependudukan tadi, artinya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 adalah sub ordinasi dari Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009, tentu dari aspek yuridis hal ini tidak dibenarkan, atau apakah untuk masalah ini akan berlaku lex posterior derogat lex inferior.

Akan dirasa sulit oleh daerah untuk membentuk SKPD dengan nama yang sama atau memilih salah satu, sehingga jangan sampai timbul pertanyaan apabila kependudukan di daerah diakomodir keduanya, kependudukan mana, apa yang Dinas atau Badan, alangkah lucunya nanti. Pembedaan antara Dinas sebagai perangkat daerah dan Badan sebagai perangkat daerah berbentuk lembaga teknis tentu memerlukan kajian sendiri pada waktu yang akan datang.

Sebaiknya kita kembali pada filosofi dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah serta kaitkan pula dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan, bahwa sesungguhnya pembentukan Organisasi Perangkat Daerah harus didasarkan pada kebutuhan riil daerah saja dengan mempertimbangkan kemampuan daerah baik sumber daya manusia, teknis, maupun anggaran.

Bagaimana ini, apa kita kembali pada filosofi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan PP 41 Tahun 2007 atau kita abaikan PP 37 Tahun 2007 sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 dan kita abaikan pula Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009, tentu hal ini tidak kita harapkan. Kami tunggu penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah. Hal ini perlu segera diklarifikasi sehubungan dengan akan dilakukannya pemberlakuan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 yang diberlakukan paling lambat akhir Tahun 2011, di mana instansi pelaksana yang ditunjuk oleh Perpres tersebut adalah perangkat daerah yang menyelenggarakan pelayanan administrasi kependudukan (UU 23 / 2006). Hayo, gimana ?

4 komentar:

Unknown mengatakan...

tak ada yang mau berkomentar,,,,,,dalam Membahas diskusi Undang Undang ini,,,,,,,,,

anitalatifah mengatakan...

disharmoni.

Unknown mengatakan...

Sangat membantu

Unknown mengatakan...

Klu boleh tau kesimpulan dari uu no 52 tahun 2009 apa ya? Thanks

Posting Komentar